Judul :
Dzikir Jantung Fatimah
Penulis :
Naning Pranoto
Penerbit :
DIVA Press
Cetakan : April 2012
Tebal :
331 Halaman
Ukuran : 14x20cm
Harga :
Rp. 45.000
Genre :
Novel Sastra atau Novel Islami
Dra. Naning Pranoto, M.A. meraih gelar sarjana di
bidang bahasa dan sastra dari Universitas Nasional, Jakarta (1986) dan mendapat
gelar master di bidang chinese studies dari Bond University, Australia
(2001). Ia mendalami bahasa Inggris di English Language Centre, Monash
University. Selain itu, ia pun belajar di English Language Centre in Academic
Writing and Creative Writing di University of Western Sydney, australia (1999).
Sebelum itu, ia juga studi jurnalistik di Sekolah Tinggi Publisistik, Jakarta
(1985).
Sebelum produktif menulis fiksi, Naning Pranoto sudah
lebih dahulu berkecimpung di dunia pers.kariernya dimulai dimajalah Mutiara-Sinar
Harapan Grup (1977-1978), Ananda-Kartini Grup (1978-1980), dan Halo
(1982-1984).
Tahun 1981-1982, ia bekerja sebagai pemimpin redaksi
majalah Jakarta Jakarta.setelah itu, merambah ke bidang penulisan naskah
sandiwara radio untuk Radio BBC, London, dengan produser Sanggar Pratiwi
(1985-1990). Lebih jauh, ia menulis skenario film, skrip film-video,
documenter, dan berbagai iklan komersial maupun iklan layanan masyarakat.
Tahun 2003, Naning Pranoto mendirikan Yayasan Grada
Budaya Indonesia, bergerak dibidang kebudayaan. Kini ia sebagai pembina
Yayasan Rayakultura. Melalui Rayakultura itulah, Naning Pranoto memberikan
Latihan Menulis Kreatif (creative writing) dan menulis ilmiah (academic
writing)kepada ribuan siswa tingkat TK, SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi,
maupun Para Guru diberbagai Kota di Tanah Air.
Naning Pranoto telah menulis puluhan novel,buku
anak-anak, textbook, serta ratusan cerpen yang dimuat diberbagai media
massa. Novelnya yang berjudul wajah sebuah vagina tercatat sebagai bestseller
pada 2005. Novel miss lu mendapat penerimaan hangat dari
masyarakat luas sebagai novel asimilasi. Sedangkan, novel mumi beraroma
minyak wangi (versi inggris: the scented mummy) telah diterbitkan
dalam bentuk e-book oleh D&W Publisher. Terakhir, sekumtum ruh dalam
merah.
Naning Pranoto, melalui novelnya dia mencoba
menggambarkan kepada dunia bahwa sosok ibu itu tak selamanya menjadi surga
bahkan terkadang neraka bagi anak-anaknya.
Ayu adalah sosok gadis yang masih berusia lima belas
tahun sembilan puluh sembilan hari dan baru lulus SMP. Kaki kanannya terkena
polio cukup berat. Sehingga sejak berusia lima tahun Ayu harus bersepatu besi,
bertali kulit tebal. “Kau harus mampu menaklukkan kerasnya Jakarta, bahkan
dunia dengan kaki besimu!” demikian ibunya selalu memotivasi Ayu agar dia
tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. “Kau tidak boleh cengeng
gara-gara kakimu. Mengapa? Sebab, kau sehat dan otakmu normal, bahkan cerdas.
Kau harus jadi pemenang!”
Di tengah kondisi seperti itu, Ayu harus berhadapan
dengan gaya hidup ibunya yang tergolong nekat, pemuja gebyarnya dunia. Hidup
ibunya yang suka kebarat-baratan dan meninggalkan adat jawanya serta suka
bergaul dengan bule-bule. Itulah salah satu penyebab perceraian
dengan ayah Ayu, yang konon pekerjaannya hanya sebagai penyair dan pelukis
miskin, tak bisa mengimbangi keinginan istrinya.
Gaya hidup ibunya yang glamour menyeret
Ayu harus hijrah ke Negeri Kanguru-Australia, hanya untuk menemui suami baru
ibunya yang didapatkan dari internet. Sebuah perkenalan dan cara menikah yang
selama ini masih kurang wajar. Begitu mudah ibunya percaya pada orang yang
dikenal dari internet. Gerangan apa yang menyebabkan kuat kepercayaan ibunya
menikahi bule hanya berlandaskan modal chatting?
Apalagi kalau bukan uang.
Pada akhirnya Ayu harus mengikuti kehendak ibunya,
untuk pindah ke Australia. Keanehan dirasakan Ayu, karena Ernie tidak menyambut
mereka di bandara. Ia pun menyangsikan apakah ibunya telah benar dengan
pernikahannya atau tidak.
Rasa sepi langsung menyungkupnya, begitu sampai di
Australia, tepatnya sebuah kota kecil yang sering disebut sebagai Little
Netherland. Ayu sedikit terhibur saat melihat hamparan bunga tulip beraneka
warna. Di sana pulalah ia berkenalan dengan mualaf asal Brazil bernama Marco.
Keakraban langsung terbina di antara keduanya dan pembicaraan
sudah masuk area pribadi. Marco yang sudah kepala empat, ternyata mahir membuat
nasi goreng, ia ke Australia dibawa hijrah oleh gurunya, untuk satu kehidupan
yang lebih baik. Ia sendiri hampir bunuh diri, saking frustasinya.
Disitu pulalah terungkap, kalau Ayu selama ini hanya
berpredikat Islam KTP. Ia hampir tak pernah mengerjakan shalat, sebagai
kewajiban seorang Muslim. Baru kali itu Ayu merasa malu, namun dengan satu
tekad akan berubah menjadi lebih baik.
Cukup lama Ayu tak bertemu Marco. Ia menjadi sangat
kangen dengan nasehatnya. Pada akhirnya Ayu belajar melupakannya, karena ia tak
tahu harus mencari Marco kemana.
Meski begitu, kini Ayu sudah berubah. Ia jadi taat
beribadah dan mulai khusu’. Ia bersyukur telah bertemu Marco yang sudah sanggup
mengubah dirinya. Ia jadi rajin menulis puisi dalam untaian zikir Sementara
sang ibu semakin sibuk mencoba mencari penghasilan.
- Kelebihan :
- Ketika membaca novel “Dzikir Jantung Fatimah”, pembaca diajak untuk mengenal asma-asma allah atau asmaul husna.
- Banyak puisi puisi atau lebih disebut prosa lirik yang dapat menyentuh jiwa dan bagus.
- Ketika membaca novel “Dzikir Jantung Fatimah”, pembaca dapat memahami bagaimana perjuangan hidup seorang Ayu (tokoh utama).
- Banyak nilai kehidupan yang positif untuk dijadikan contoh.
- Kekurangan :
- Bahasa yang ada didalam novel “Dzikir Jantung Fatimah” ini terkadang susah untuk dimengerti oleh pembaca.
0 komentar:
Posting Komentar